” Berkenaan dengan tema Mengapa Pengembangan Energi Alternatif Terkendala?
yang terkandung dalam pesan (artikel) berjudul Desa Mandiri Energi di www. darwinsaleh.com, saya berpandangan bahwa saya setuju karena untuk membangun sebuah negara yang kuat dan hebat, maka pondasi utama adalah dari kekuatan rakyatnya. Dan kemandirian energi dari desa adalah modal kuat untuk Indonesia yang Hebat!”
-@masramdahsyat-
Ini Kisahku : Energi Terbarukan
Hanya Alternatif Saja?
Apakah
yang pertama kali Sahabat rasakan ketika mendengar kata “Alternatif”? Beragam
dan unik-unik pastinya tanggapan sahabat semua, namun mungkin sedikit ada
kesamaan dengan apa yang saya rasakan. Ini dia yang saya rasakan ketika
mendengar kata “Alternatif”. Saya agak gimana gituh dan mungkin sedikit tertawa
dalam hati ketika mendengar kata “Alternatif”. Ya yang muncul di otak saya
pastinya “Pengobatan Alternatif”. Apalagi yang akhir-akhir ini lagi ngetrend
iklan di TV tentang klinik alternatif. Berikut cuplikannya :
“Setelah
berobat di Klinik T******* saya sekarang dapat sembuh lagi. Terima Kasih Klinik
T*******”. Gaya saya menirukan iklan Klinik
tersebut.
Efek klinik ini
pun merambah dunia plesetan maya di jejaring sosial media yang ramai dijadikan
bahan pokok pembicaraan oleh kawula muda. By
the way, bukan mengenai klinik yang bersangkutan yang akan saya bahas lebih
lanjut Sob, entar malah jadi “ngrumpi” dong ane.
Penjabaran
situasional penggunaan kata “Alternatif” di atas hanya sebuah tolak ukur sejauh
mana tanggapan langsung masyarakat. Hal ini saya kira perlu disebabkan
akhir-akhir ini muncul ungkapan “Energi Alternatif”. Tidak tanggung-tanggung,
ada kemungkinan ungkapan ini dimunculkan pemerintah dengan tujuan mengenalkan
sumber energi pengganti energi fosil yang kian lama kian menipis dan bahkan
pasti habis dalam kurun waktu tertentu. Nah, maksud saya menanyakan terlebih
dahulu mengenai pendapat Sobat ketika menderngar kata “Alternatif” itu sangat
berkaitan mengenai bagaimana tanggapan Sobat ketika mendengar istilah “Energi
Alternatif”. Implikasinya adalah untuk
mengukur sejauh mana ketajaman khasiat ungkapan yang “Energi Alternatif” yang
digunakan oleh pemerintah. Dewasa ini kita sering dicekoki pemberitaan di media
massa mengenai berbagai macam energi terbarukan yang disebut sebagai energi alternatif
masa kini. Jikalau pemahaman kita tentang kata alternatif pada ungkapan “Energi
Alternatif” sama dengan kata alternatif pada ungkapan “Pengobatan Alternatif”
maka makna energi alternatif bisa jadi hanya sebagai energi pengganti yang
tidak wajib dan bahkan tidak normal untuk digunakan. Banyak kaum muda yang
mempunyai pernyataan, apalah arti sebuah nama? Namun, saya sebagai orang
Indonesia dan khususnya dari tanah jawa memaknai sebuah nama itu sebuah “Dongo atau Pangajab”. Artinya, jika energi terbarukan dengan sengaja disebut
sebagai energi alternatif seperti penjelasan di atas maka belum ada keseriusan
dari pemerintah maupun masyarakat untuk mendayagunakan energi terbarukan.
Di
suatu senja di atas kereta kelas ekonomi jurusan Kiara Condong – Jebres, saya
tiada henti menatap kaca yang langsung tembus pada pemandangan alam tropis
Indonesia yang memikat dan membuat decak kagum. Dari Kota Kembang sampai Kota
Budaya Surakarta, dominasi warna hijau alam Indonesia sangat pekat dan
menandakan inilah tanah super subur di dunia. Segala bahan baku untuk apapun
ada di negeri ini, mulai dari bahan baku tusuk gigi sampai bahan baku nuklir pun
ada di nusantara. Tak jauh menyalahkan siapa pun, saya sendiri merasa sangat
bersalah dan akhirnya bersyukur, karena mulai dari saat itu muncul lah motivasi
pada diri ini untuk menuntut ilmu dengan lebih giat agar mampu mengelola segala
bahan yang ada di tanah tumpah darahku ini. Menurut artikel yang pernah saya
baca, Bung Karno berpesan kepada seluruh generasi Indonesia dan salah satunya pasti
adalah saya.
“Kutitipkan
Bangsa dan Negara Ini Kepadamu” Bung Karno – Presiden Pertama Indonesia
Jauh sebelum
saya lahir, Bung Karno telah berpesan sekaligus percaya kepada generasi bangsa
ini untuk mengurus Indonesia. Ingat bung! Ini adalah amanah yang dahsyat dan
tentunya kita harus berupaya mewujudkannya. Di samping itu, saya juga pernah
membaca artikel yang menyebutkan Bung Karno menolak secara halus ketika ada
perusahaan asing yang ingin berinvestasi di Papua.
“Saya
sepakat dan itu tawaran menarik. Tapi tidak untuk saat ini, coba tawarkan
kepada generasi setelah saya” Bung Karno
Kalimat yang diungkapkan Bung Karno tersebut
bukanlah sudah ungkapan untuk merendah di tangan asing, beliau hanya mencoba
untuk memberi kesempatan kepada generasi setelahnya yang dirasa akan lebih siap
sumber daya manusianya. Bukan hanya sekadar untaian kata saja, waktu itu Bung
Karno lantas mengirimkan putra-putri Indonesia untuk menuntut ilmu di belahan
negara lain yang dirasa lebih maju. Namun, menurut artikel sejarah yang pernah
saya baca lagi berkat gonjang-ganjing politik di negeri ini maka bak meninggalkan
pondasi cakar ayam yang telah dibuat pemborong sebelumnya. Maksudnya ya
sepertinya yang acapkali kita dengar, ganti pemerintahan ganti kebijakan dan
ada plesetan ganti mobil juga katanya. Pemerintahan yang tidak berkesinambungan
terhadap progam jangka panjang besar kemungkinan tidak akan menciptakan
pembangunan suatu negara yang terencana dan diharapkan masyarakat.
Sebagai mahasiswa teknik, saya sendiri
selalu menggebu-gebu ketika berdiskusi ataupun bereksperimen untuk menemukan
sesuatu yang baru, sederhana dan berguna. Termasuk mengenai Energi Terbarukan
yag akhir-akhir ini ramai diperbincangkan. Di kalangan mahasiswa sendiri,
pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi KEMENDIKBUD RI telah
mewadahi mahasiswa untuk berkreasi di bidang apapun, salah satu dibidang ilmu
terapan yaitu Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Secara swadaya dari kalangan
unit kegiatan mahasiswa, BEM dan Organisasi Kemahasiswaan juga tidak kalah
sering mengadakan perlombaan inovasi seperti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional.
Sangat begitu banyak inovasi baru yang ditawarkan mahasiswa, mulai dari hal
yang sangat sederhana sampai yang lumayan kopleks pun ada. Dalam kegiatan
semacam ini saya pun juga aktif mengikutinya dan juga pernah mendapatkan juara.
Sebagai contohnya saya mengusulkan sebuah pola baru dalam pembuatan tahu yang
sama sekali tidak menggunakan bahan bakar minyak atau fosil. Sayang, semua
hanya sebatas lomba saja. Firasat ini sudah muncul ketika saya dulu menjuari
Lomba Penulisan Karya Ilmiah Remaja tingkat SMA se-kabupaten. Waktu itu saya
yang sangat polos sudah mengira bahwa kebanyakan kompetisi semacam ini pasti
hanya akan berhilir piagam, hadiah, piala atau trofi dan jurnal di atas kertas.
Alhasil, pengalaman saya membenarkan firasat saya dulu itu.
Semalam setelah naik kereta saya termenung
di atas kasur kapuk serambi berbaring menatap atap rumah. Meratapi betapa
potensialnya negeri ini untuk berdiri di atas kaki sendiri, khususnya di bidang
energi. Kenapa tidak? Boleh lah energi fosil di Indonesia sudah dieksploitasi
oleh orang bukan pribumi, namun Indonesia menyimpan berjuta bahan baku untuk
dijadikan Energi Terbarukan. Negeri avatar seakan kalah oleh Indonesia, bukan
hanya angin, air, bumi, dan api yang ditawarkan bumi pertiwi. Sewaktu mengikuti
kompetisi IPTEKDA Kab. Wonogiri, 2008 silam, saya masih ingat betul dengan
Bapak Lasiman. Seorang tukang las yang penuh inovasi walaun bukan seorang
doktor bahkan profesor. Walaupun beliau saingan saya pada waktu itu, namun Pak
Lasiman telah memberikan pengetahuan dan motivasi lebih kepada saya. Hanya
dengan bermodal sebuah tabung seukuran kurang lebih 12 Kg tabung LPG, beliau
dapat menyulap dedaunan menjadi bioethanol. Herannya ketika lubang pipa pendek
pada tabung disumut korek api, maka tabung tersebut tidak meledak, namun nyala
api berewarna biru lah yang keluar. Luar Biasa! Kata saya yang waktu itu masih
duduk di kelas XI SMA. Bapak ini menyulap daun menjadi bahan bakar yang katanya
dapat digunakan sebagai pengganti bensin. Tanpa penyulingan, tanpa fermentasi
dan tentunya tanpa alat yang super duper canggih. Inilah teknologi kerakyatan,
sebuah terobosan teknologi yang mudah, murah dan bermanfaat bagi masyarakat.
Kisah nyata di atas merupakan coretan asli
yang muncul dari kalangan bawah, yang notabene belum melakukan riset yang njlimet dan bertubi-tubi. Logikanya, kalau yang
tidak paham apa-apa saja paham mengenai energi terbarukan apalagi mereka yang
pintar dan didukung jabatan. Sekarang kalau menurut saya pribadi, tinggal kita
mau atau tidak? Kalau saya pribadi sih mau saja, namun ya baru mampu bertindak
sesuai dengan kapasitas saya. Banyaknya inovasi serta didukung ketersediaan
bahan baku seharusnya sudah menjadi modal paling kuat untuk
mengimplentasikannya guna menuju bangsa mandiri dan berdikari. Keberanian
menapakkan kepentingan bersama lebih dari sekadar kepentingan lingkaran bisnis,
politik dan kepentingan lainnya adalah langkah awal yang sepatutnya dilakukan.
Dalam hal ini tentunya yang paling berhak berada di garda terdepan adalah
beliau-beliau lah yang memangku jabatan negara ini. Sehingga ke depan, energi
terbarukan benar-benar menjadi kekuatan baru yang mengaung dari tanah
nusantara. Bukan hanya sekadar alternatif yang bila dikerjakan tidak mendapat
“pujian” apapun dan apabila tidak dikerjakan juga tudak mendapat apa-apa.
“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan”.
keren Mas Bro.......
ReplyDeletejosh gandos MasDab (y)
ReplyDeletesiiph siiiph (Y)
ReplyDeletesetuju, mau memulai sesuatu yang baru, sesuatu yang baik adalah awalnya, meskipun kelak akan ditemui banyak rintangan tapi jika tidak dimulai kita tak kan pernah tau bagaimana akhirnya. Saya setuju, kita membahas topik yang sama, tpi punya cerita dengan sisi yang berbeda, mari mampir :)
ReplyDelete