Bangsa kita sejak
dulu sudah dikenal sebagai bangsa yang beradab dan beretika tinggi. Ya, sudah
tak diragukan lagi masalah kesopanan ini di negeri tercita Indonesia. Namun,
cobalah kita tengok ke masalah “kesadaran” penduduk kita. Sampelnya mudah saja,
coba jalan-jalan saja dengan radius 5 km di belantaran kota. Amati berapa
rambu-rambu atau papan larangan yang kita jumpai. Saya yakin, lebih dari
sepuluh papan larangan yang kita jumpai.
Bahasanya pun beragam, mulai dari peribahasa sampai adanya kata-kata binatang muncul di sela-sela kalimat larangan tersebut. Perihalnya pun juga beragam, mulai dari dilarang parkir sampai hal yang sangat khusus sekali pun ada semisal dilarang buang pembalut di sini. Waduh-waduh koplit plit plit da pokonya, semua larangan ada di negeri ini.
Bahasanya pun beragam, mulai dari peribahasa sampai adanya kata-kata binatang muncul di sela-sela kalimat larangan tersebut. Perihalnya pun juga beragam, mulai dari dilarang parkir sampai hal yang sangat khusus sekali pun ada semisal dilarang buang pembalut di sini. Waduh-waduh koplit plit plit da pokonya, semua larangan ada di negeri ini.
Sudahlah, di satu
sisi pasti ada perihal positif yang dapat kita petik dari papan larangan yang
kita temui. Minimalnya, ada gejolak luar biasa ketika kita mau membuang sampah
di tempat yang bertuliskan “Jangan Buang sampah Di Sini, Anjing!”. Nah, mungkin
itulah yang diharapkan dari sang penulis papan larangan.
Di sisi lain juga,
dengan banyaknya papan larangan muncul persepsi sebenarnya dimana letak
kesadaran masyarakat Indonesia termasuk kita semua?. Apaka kita sudah mendarah
daging dengan sebuah larangan-larangan yang tertulis bahkan terpampang di
setiap sudut tempat? Anehnya lagi, banyak sekali yang mengabaikan papan
larangan yang sudah terpampang dengan jeas, tegas dan bahkan keras. Masih
banyak yang menjadikan bahan tertawaan mengenai papan yang bertuliskan “Hanya
Monyet yang Boleh Merokok Di sini!”. Hemz, sepertinya hal ini lucu juga ketika
tetap ada yang sengaja merokok, menginat larangan itu menyeru subuah kemiripan
antara perokok di tempat itu dengan monyet. Hahaha. Namun, seperti pepatah fashion mengatakan “pakaian yang kita
kenakan adalah cerminan jati diri kita”. Nah, begitu pula dengan pemandagan
papan larangan yang tercecer di mana-mana mungkin juga termasuk cerminan jati
diri kita sebagai masyarakat Indonesia.
Yah apalah artinya
sebuah pertentangan maupun kebalikab pendapat, semua kembali ke diri kita
masing-masing. Kesadaran kita sendiri perlu dipupuk dan ditumbuhkembangkan
sebelum menanamkan kesadaran pada diri orang lain. Okey, so mulailah dari diri
kita dulu bray!
sip!...syukurlah msih ada memiliki cara berpikir sprti ini...
ReplyDeletesip!...syukurlah msih ada memiliki cara berpikir sprti ini...
ReplyDelete