Sunday, January 20, 2013

Kisah Kusak Air!



Air merupakan sumber kehidupan utama bagi manusia. Betapa tidak, tengok saja unsur utama penyusun tubuh manusia yang notabene 70% adalah air. Dalam dunia kimia air merupakan senyawa kimia H2O yang terdiri dari Hidrogen adan Oksigen.  Kedua senyawa pembentuk air ini merupakan kebutuhan mendasar bagi seluruh kehidupan di bumi. Struktur fisik bumi telah menyediakan proporsi air yang lebih dibandingkan dengan komponen lainnya. Permukaan bumi terdiri dari 71%diantaranya adalah air, sehingga ketika kita mengamati potret satelit bumi maka bumi akan terlihat biru. Proporsi air di Bumi 96% merupakan air asindan sisanya air tawar.

Berbicara mengenai fungsi air, sekali lagi penulis ungkapkan bahwa fungsi air sangat urgen. Khusus untuk tubuh manusia, air menjadi penentu kesehatan dan kelangsungan hidup. Mulai dari sel otak sampai bagian persendian pun memerlukan air dalam segala aktivitas kerjanya. Badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan agar setiap harinya kita mengkonsumsi minimal 1.500 liter dalam satu harinya. Ketika pasokan air dalam tubuh kurang atau yang sering dikenal dengan dehidrasi, secara umum akan mempengaruhi kinerja organ-oragan tubuh. Sebagai contohnya organ otak, dehidrasi akan menyebabkan cairan pada otak menurun, asupan oksigen yang harusnya mengalir ke otak pun berkurang secara perlahan-lahan. Sehingga kondisi mengakibatkan sel-sel otak tidak aktif dan berkembang, bahkan dapat menciut. Inilah sedikit ilustrasi seberapa pentingnya asupan air bagi organ-organ tubuh kita.
Eitsz, dari tadi kog serius bangets yaw??? Bikin galau ajah gue nulisnya, apalagi para pembaca dijamin males dengan tulisan di atas.hehehe So sersan (serius tapi santai-red) ajah yaw, dijamin bakal seru. Yukz lanjut lagi ngebahas masalah air.
Tu kan dari penjelasan di atas tadi sudah menggambarkan bahwa air itu khususnya air putih sangat penting banget buat suplemen tubuh kita. Jadi, jangan males-males ya untuk minum air. Dengar kata males minum air, dengan seketika tersontak nostalgia di kampung halaman tempatku bernaung. Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah tepatnya. Daerah paling selatan dari karisidenan Surakarta atau yang lebih dikenal dengan solo. Pasti deh, ketika sobat dengar kata solo yang teringat adalah bakso dan jamu. Padahal nih, kalau ditelusuri lebih jauh, Bakso dan Jamu mayoritas pedagangnya berasal dari Wonogiri. Ane sendiri juga kurang tau mengapa mereka kebanyakan menggunakan nama Solo dibandingkan dengan daerah aslinya Wonogiri. Lho-lho kog malah ngebahas Bakso???, hehehe intermezo ajah yaw Sobat. Wonogiri sendiri secara geografis terletak di daerah pegunungan dekat garis pantai, jadi nggak dingin seperti daerah pegunungan lainnya Sob melainkan panas dan bahkan sebagian daerahnya gersang. Kondisi inilah yang mungkin membentuk daerah Wonogiri sebagai daerah rawan kekeringan, khususnya dalam hal persediaan air bersih. Dari data di Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) Wonogiri 2012, ada sembilan kecamatan dengan 43 desa riskan akan kekeringan di musim kemarau. Di tahun sebelumnya, setidaknya ada delapan kecamatan dengan 40 desa yang mengalami kekeringan di musim kemarau. Nostalgia inilah yang membuat ane heran, kenapa sih masih ada orang yang males untuk minum air putih ajah?. Padahal di daerah lain sana masih banyak orang yang sangat ingin mendapatkan air bersih tapi susah karena terimpa kekeringan. Yang lebih parah lagi Sob, orang yang boros menggunakan air dan suka berbuat pencemaran yang dapat meningkatkan intensitas polusi air. Beuh, ini mah hal yang sangat kurang berterimakasih atas apa yang ada di bumi ini Sob.
Nah, itu adalah gambaran kondisi perairan di desa atau daerah pelosok yang terancam kekeringan. Lalu bagaimana dengan kondisi sanitasi air di kota besar? Sebut saja sebagai contoh adalah Kota Jakarta. Kota megpolitan dengan segala jejel uyel-nya kehidupan. Mungkin Jakarta secara umum terlalu luas untuk dijadikan ilustrasi, oke kita ambil contoh aja di Jakarta Barat. Menurut Kepala Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Barat, 60% air bersih di Jakarta Barat tidak layak untuk diminum. Air tersebut tidak memenuhi standar air layak yang sehat dikonsumsi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907 tahun 2002. Perarturan tersebut memberikan parameter fisik yang harus dipenuhi pada air minum yaitu jernih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna serta tidak menimbulkan endapan. Dari aspek kimiawi, air minum tidak diperkenankan mengandung partikel terlarut dalam jumlah tinggi serta logam berat maupun zat beracun seperti senyawa hidrokarbon dan detergen. Sedangkan dari aspek mikrobiologi, air minum tidak boleh mengandung bakteri patogen seperti Escherichia colli, Clostridium perfringens, Salmonella. Kepala Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Barat menuturkan interusi air laut menyebabkan kondisi air di beberapa daerah di Jakarta Barat menjadi asin. Ini disebabkan gravitasi air karena pembangunan gedung-gedung tinggi. Yang berakibat pada turunnya air permukaan hingga 1-1,5 sentimeter per tahun. Tak hanya itu, kotornya air tanah di Jakarta Barat juga  disebabkan oleh industri yang melakukan blessing, yakni membuang limbah tanpa melewati Instalasi Penanggulangan Air Limbah (IPAL). Sehingga, limbah yang dibuang langsung keselokan ataupun sungai menyebabkan air tercemar.
Inilah ilustrasi kondisi perairan bersih di kota besar Sob, dari hal itu jika kondisi ini gak segera ditanggulangi maka hanya akan ada tiga kata kedepannya, yaitu “Krisis Air Bersih”. Bagi sederet pelaku usaha air minum, kondisi ini akan membawa berkah. Persoalaannya harga air akan mengalami kenaikan dan tentunya akan memupuk keuntungan mereka. Namun, bagi masyarakat hanya akan menambah kesulitan hidup. Hanya untuk sekadar setes air minum saja mereka harus mengeluarkan kocek tinggi. Sungguh ironis, kita tinggal di wilayah perairan terbesar namun mengalami krisis air bersih. Bak peribahasa mengatakan, “ada ayam mati di lumbung padi”. Oleh karena itu, sudah pasti dan menjadi keharusan bagi kita semua untuk melakukan sebuah upaya mitigasi krisis air. Tentunya hal itu dimulai dari hal yang paling sederhana Sob, yaitu menghemat penggunaan air dan menjaga keseimbangan lingkungan serta menjaga kebersihan sumber air seperti sungai.
Air di sisi lain juga menjadi momok yang menakutkan bagi segelintir orang. Ya, begitu pula yang mungkin akhir-akhir ini dirasakan oleh warga DKI Jakarta. Hampir semua DAS meluap dan membuat air bergentayang di jalanan Ibukota. Atap rumah menjadi salah satu alternatif tempat untuk sekadara berlindung sesaat. Banjir tidak pernah memihak, dari perkampungan proletar sampai rumah banderol bermilyar-milyar tak luput dari jangkauannya. Mendadak warga tak lagi berduyun-duyun menyanjung-nyanjung mobil ESEMKA ala Pak Jokowi maupun mobil sport Tuxuci ala Pak Dahlan Iskan. Warga sekarang punya transportasi ideal di kala banjir menerjang. Ya, “Gerobak Tangan” adalah alat transportasi subtitusinya atau lebih ngetrend dengan nama “Ojek Banjir”. Tentu saja ini memberi angin kebermanfaatan bagi tukang ojeknya. Memang, tidak semua peristiwa itu menyedihkan. Ada beberapa yang merasakan rezeki berbeda dengan hari biasanya.
Walau bagaimanapun, Banjir merupakan sebuah bencana alam sungguhan maupun jadi-jadian yang nilai ruginya jauh lebih besar daripada keuntungannya. Semua aktivitas metropolitan bisa jadi lumpuh total akibat banjir. Dan hal ini seyogyanya sudah menjadi hal serius untuk ditangani. Sebetulnya cara penangan banjir itu sudah umum diketahui oleh khalayak umum dan mungkin tak perlu saya ungkap lagi di sini. Selain itu, sudah banyak para teknokrat lulusan berbagai disiplin ilmu di antereo negeri ini. Namun mungkin sifat-sifat mereka yang sadar kurang bisa menular ke segenap elemen masyarakat. Untuk itu mungkin kesadaran adalah kunci utamanya. Dari bencana kali ini, mudah-mudahan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk lebih sadar lingkungan. Karena lingkungan bukan hanya untuk kita sekarang, namun anak cucu kita kelak juga sangat tergantung darin upaya kita dalam menjaga kesetimbangan lingkungan.

No comments:
Write Komentar