Wednesday, December 26, 2012

Aktivis Dakwah, Pantang Luntur “Idealisme”!


Dunia kampus adalah dunia yang mengasyikkan dalam sandiwara perjalanan hidup seorang akademisi. Dunia kampus menawarkan berbagai kenikmatan-kenikmatan yang seyogyanya tidak mungkin untuk dinikmati di luar kampus. Mahasiswa sebagai rakyat utama kampus berperan penting dalam penciptaan situasi dan kondisi kampus. Arah peradaban kampus pun juga tak lepas dari peran mahasiswa. Misalnya condong ke arah ilmiah, religius, pengabdian masyarakat maupun condong ke arah politik.
Tentu saja, sudahlah tak asing lagi telinga kita dengan berbagai taksonomi mahasiswa di kampus. Taksonomi mahasiswa tersebut sering diidentikkan dengan segi aktivitas mereka di kampus. Taksonomi tersebut meliputi mahasiswa organisatoris, mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang), kunang-kunang (kuliah nangkring-kuliah nagkring) dan mahasiswa yang menyibukkan dirinya sebagai aktivis. Mahasiswa mempunyai otoritas sendiri dalam menempatkan dirinya dalam beberapa gelar taksonomi tersebut. Dalam konteks kali ini, penulis akan menyoroti mahasiswa yang menempatkan dirinya sebagai aktivis kampus khususnya aktivis dakwah kampus. Aktivis merupakan kata-kata yang tidak asing lagi didengar di kalangan mahasiswa ataupun masyararakat umum. Banyak pendapat yang menyebutkan aktivis adalah mereka yang senantiasa bergerak dengan segala ide dan pemikirannya demi mengusung perbaikan individu,kelompok maupun organisasi atas dasar dan pedoman yang jelas. Penulis sendiri mengartikan aktivis sebagai individu yang aktif dalam segala bentuk perubahan untuk dirinya sendiri maupun kelompok. Ada seribu alasan tersendiri mengapa segelintir mahasiswa memilih menjadi seorang aktivis kampus. Salah satunya adalah untuk jadi agen perubahan yang signifikan terhadap dunia kampus khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dalam lika-liku perjalanannya aktivis mengambil banyak peran dalam tatanan kampus. Pada dasarnya seorang aktivis selalu tidak bisa tenang dengan gejala sosial yang berkecamuk di tataran masyarakat. Mereka selalu merasa terpanggil dan berkeinganan untuk bergerak walaupun demi suatu perubahan sekecil apapun. Tujuannya jelas, yaitu agar tigak terjadi stagnasisasi keadaan. Jika ditinjau dari sejarah, aktivis kampus merupakan sosok penggerak utama ke arah perjuangan. Pada awal kemerdekaan, aktivis semisal Bung Karno dan Bung Hatta adalah motor utama bagi pergerakan nasional dalam memerangi penjajahan di bumi pertiwi. Beliau adalah pemuda muslim yang mempunyai cita-cita akbar untuk bangsa Indonesia. Dengan segala daya dan upaya, Bung Karno dan kawan-kawan berusaha memberikan pemahaman kepada rakyat Indonesia utuk lebih menyadari betapa pentingnya kemerdekaan di tanah air sendiri. Nasionalisme yang tertanam inilah yang mempersatukan bangsa Indonesia untuk mengusir penjajah dan merebut kemerdekaan. Itu lah sedikit cerminan betapa urgensinya peran aktivis kampus di setiap masanya. Aktivis kampus pada umumnya mempunyai semangat yang menggebu-gebu ketika masih mencicipi dunia kampus. Mereka mencerminkan sosok asli dirinya masing-masing dengan sebuah idealisme yang kuat ataupun hanya sekadar dikuat-kuatkan. Pantang hukumnya mereka mengatakan yang buruk itu baik dan pantang juga mereka “rubuh-rubuh gedhang” yaitu hanya mengikuti arus tanpa membuat sebuah goresan emas yang tercatat sejarah. Idealisme adalah ciri khas bagi seorang aktivis kampus. Bidang filsafat menyebutkan bahwa idealisme adalah keyakinan atas suatu hal yang dianggap benar oleh individu yang bersangkutan dengan bersumber dari pengalaman, pendidikan, kultur budaya dan kebiasaan. Dari definisi tersebut jelas bahwa idealisme seorang aktivis kampus adalam memperjuangkan sebuah hakikat kebenaran. Mereka pun berani menyerang sebuah sistem bahkan mafia hanya untuk mememperjuangkan kebenaran yang ingin dicapai. Idealisme tumbuh secara perlahan-lahan dan melalui berbagai proses yang menempa kapabilitas individu yang berangkutan. Aktivis kampus di kala masih aktif sebagai mahsiswa seringkali menjadi pengawas bagi pemerintahan. Mereka sangat sensitif dengan gejala sosial politik yang terjadi di negara ini. Mulai dari kasus korupsi, ketidaktegasan pemerintah, pendidikan, pengangguran, dan masalah lainnya tidak luput dari mata tajam para aktivis kampus. Turun ke jalan adalah sebuah cara yang seringkali digunakan para aktivis untuk menyuarakan suara mereka. Seolah-olah aktivis kampus adalah oposisi utama bagi pemegang pangku kekuasaan yang kurang amanah.
Seiring berjalannya waktu, ternyata ditemui beberapa hal aneh bagi seorang aktivis ketika sudah menekuni dunia kerja. Lunturnya idealisme adalah masalah utama yang sering terjadi. Ironis memang, Idealisme yang semasa kuliah ditempa dengan sederet intelektualitas dan pengalaman tiba-tiba terkikis saat mereka mulai menghirup segarnya udara di luar kampus. Sebut saja sedertan pejabat negara yang tersandung masalah korupsi. Pada umumnya mereka sebagian besar adalah aktivis tulen dan mempunyai relasi yang kuat semasa kuliah. Namun sekali lagi aneh bin ajaib, jati diri mereka terkunyah oleh sederet sodoran rupiah yang melimpah walaupun tidak sama sekali barokah. Mungkin hal tersebut cocok dengan beberapa asumsi bahwa lingkungan adalah faktor utama dalam pembentukan kepribadian dan perilaku seseorang. Mereka sewaktu masih menjadi aktivis kampus mampu menjaga jati dirinya karena berkumpulnya dengan para aktivis lainnya. Sedangkan di dunia kerja, lingkungan yang tersedia kebanyakan adalah bersifat materialistik ataupun sekadar tuntutan jabatan yang menggiurkan. Fenomena lunturnya jiwa seorang aktivis kampus ini sudah layaknya menjadi perhatian khusus bagi semua kalangan khususnya mahsiswa. Semua stakeholder akademisi sudah seharusnya melakukan sebuah upaya mitigasi degradasi karakter seorang aktivis kampus yang sesungguhnya. Pendidikan karakter yang dewasa ini digembor-gemborkan pemerintah sangat relevan untuk menanggulangi masalah ini. Sinergitas kuat antara segmen yang bersangkutan juga harus ditingkatkan. Karena pada hakikatnya, komunikasi dan koordinasi matang adalah sebuah kunci kesuksessan sebuah program. Sebuah ikatan mantan aktivis kampus mungkin juga merupakan wadah yang tepat untuk saling mengingatkan jalan kebenaran di masing-masing pekerjaan yang ditekuni. Dengan adanya sebuah pengawasan antara satu pihak dengan pihak lain diharapkan akan memperkecil niat seorang mantahn aktivis kampus untuk membelot dari tatanan yang sudah ada. Di akhir pembahasan, penulis mengajak kepada seluruh calon aktivis maupun yang sudah bergelar aktivis kampus untuk senantiasa stagnan dengan idealisme yang sudah dipilih. Lingkungan boleh saja keruh, namun sebagai aktivis dakwah kampus sejati hendaknya minimal menjaga kesucian diri dan harapannya besarnya menjernihkan lingkungan yang terlanjur keruh tersebut. Indonesia mundur berkat oknum aktivis dan Indonesia maju berkat aktivis sejati! 
UmatMuhammad.com

No comments:
Write Komentar