Saturday, July 14, 2012

Mendidik, Wajib!

 


Mendidik, Wajib! 

Denger kata mendidik, persepsi masyarakat menerjemahkan sebagai tugas utama dari seorang guru. Ya, kebanyakan orang menerjemahkan guru ada sang pembebas ataupun pejuang pendidikan yang wajib memperjuangkan peradaban anak bangsa. Bahkan, guru dijadikan salah satu pahlawan untuk negeri ini yaitu pahlawan tanpa tanda jasa. Wajarlah masyarakat berpikiran demikian, karena gurulah yang membebaskan anak bangsa dari buta huruf ataupun buta rumus matematika di tingkat sekolah. Pada intinya, dengan pembelajaran yang diberikan guru di sekolah, siswa yang tadinya belum mengerti menjadi mengerti. Namun perlu diketahui kita bersama, mendidik adalah keharusan setiap manusia. Bahkan ada ungkapan filosopi yang menyebutkan manusia adalah hewan yang terdidik. Di mertamorfosis kehidupan juga, manusia yang awalnya lahir dalam bentuk bayi mungil yang lemah tanpa keterampilan. Setelah proses adaptasi yang tidak lain adalah proses plagiat tindakan-tindakan dari orang tua ataupun lingkungan dia tumbuh menjadi manusia yang dewasa, manusia yang bias membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Kita sebagai makhluk yang bernama manusia hakikatnya wajib menjadi “Guru” ataupun bisa dikatakan pendidik. Minimal pendidik untuk pribadi masing-masing dan harapan besarnya mendidik terhadap sesama guna terciptanya manusia yang kredibilitas dan kapabilitas. Ungkapan jawa yang menyebutkan guru adalah digugu dan ditiru patut kita tanam kembali di benak kita. Seorang yang digugu dan ditiru ini tak enggan menyalurkan ilmu pengetahuannya terhadap sesama sesuai bakat, prestasi, maupun kualitas masing-masing. Tak lepas dari itu, kita selain mendidik juga seyogyanya terus mengasah diri. Dalam mengamalkan ilmu kita, tidak dibenarkan menganggap diri sendiri seolah-olah “dewa”, yaitu menganggap diri sendiri paling bias ataupun paling menguasai. Seiring perkembangan zaman, sudah menjadi keharusan seorang pendidik terus meng-update kapabilitas diri lebih gigih. Peng-update-tan ini sangat perlu untuk menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis dan tidak kaku. “Hidup adalah Panggung Sandiwara”. Mungkin benar ungkapan yang tenar di telinga masyarakat itu. Bagaimanapun, sangat vital peran seorang sutradara dalam hidup ini. Sutradara itu tidaklah lain yaitu kita atau diri kita sendiri. Kita sebagai pribadi yang bersifat individualitas berhak mengatur diri sendiri sebagus mungkin. Namun, perlu juga kita ketahui. Hidup tak sebebas itu. Untuk mencapai tujuan yang kita inginkan, perlu penggemblengan khusus dalam tempo waktu yang gak singkat. Mungkin perlu untuk medidik kesabaran pada diri kita agar lebih telaten dan lebih ulet menjalankan titah kehidupan yang semestinya. Pengaturan hidup yang rumit ini, tanpa didikan seseorang pastilah tak akan jalan semulus aspal yang tersiram oli. Kita perlu bantuan orang lain, mulai dari merangkak sampai duduk di kursi roda kita tak bias lepas dari bantuan orang lain. Tanpa memandang status, entah itu keluarga, kerabat, ataupun orang tak dikenal pasti suatu ketika bantuannya kita perlukan. So, tidak pantas kita pelit ataupun kikir berbagi ilmu. Ingat!, sekali lagi kekiran kita tak lah lebih bermanfaat ibarat sampah yang berserakan sehingga mengganggu jalan hidup yang kita rencanakan. Andaikata kita memiliki visi dan misi layaknya beberapa hal di atas, maka peradaban bangsa akan kita genggam. Kenapa tidak?. Dengan sifat mendidik yang dimiliki semua orang, kecil kemungkunan peluang adanya manusia yang kurang terdidik dan berkapabilitas di bawah rata-rata. Namun, kesuksesan yang tinggal di ddepan mata ini tak bisa kita raih tanpa keberanian, tanpa tekad yang kuat. Dengan demikian dapat disimpulkan, kita yang disebut manusia yang sukses adalah kita yang berani berpetualang menjadi pejuang dan pembebas keterpurukan dengan MENDINDIK tanpa henti.


2 comments:
Write Komentar